Selasa, 08 Oktober 2013

Cerita Bermula "Musafir"

Mungkin dari sinilah cerita ini bermula, genap lima tahun setelah memasuki pendidikan menengah tibalah awal dari kisah itu bermula. tepat di akhir masa semester genap sebelum ujian untuk kelas 3 dan ulangan akhir semester aku berangkat sebagai anggota tamu untuk ikut dalam acara study tour tahunan kelas 12. Rencananya kami akan mengunjungi daerah yang belum pernah ku pikirkan untuk menginjakkan kaki disana. 

Kotabaru, kotabaru merupakan bagian administratif dari kabupaten tenah laut, dulu sebelum menjadi kabupaten baru sekarang. Konon dari cerita yang pernah ku dengar, kotabaru adalah pulau berkabut yang biasa muncul dikala waktu - waktu tertentu, dan hilang dikala waktu tertentu pula. Mungkin dikarenakan persediaan kabutnya menipis sehingga kabut itu sekarang tidak tampak lagi. Cerita yang pernah ku dengar lagi, konon ada 7 saudara penghuni pulau ini, ketujuh saudara ini memiliki 7 senjata sakti. Karena sudah banyak penghuni atau penduduk pendatang dari tanah seberang alias kalimantan maka tujuh saudara ini pun membaur dan beranak pinak sampai sekarang tidak tahu dimana rimbanya. 

Ya, sebenarnya penduduk pendatang itu adalah dari saudara dekat sendiri, yaitu para masyarakat "pahuluan" alias masyarakat Hulu sungai, semisal Kandangan (HSS), Barabai (HST), Amuntai (HSU) dan lain sebagainya, sering kami istilahkan banua lima. Masyarakat "pahuluan" ini tidaklah bisa hidup melaut, karena secara geografis kotabaru memiliki kekayaan laut, maka potensi ini tidak bisa diexplore (meminjam istilah orng pahuluan) secara optimal, jadilah masyarakat pahuluan ini yang dulunya memiliki tanah di sana sini, maklum (adat orang pahuluan di daerah rantauan/asing) siapa yang membuka lahan dialah pemiliknya, menjual tanahnya kepada penduduk pendatang yang sekarang makin banyak yaitu masyarakat bugis, mandar dan lain-lain yang terkenal sebagai pelaut ulung. 

Akulturasi melayu dan masyarakat sulawesi ini menjadikan kotabaru memiliki warna yang dinamis didalam tatanan kehidupan masyarakatnya. Suku melayu yang tadinya punya tanah banyak menjadi pedagang yang sukses, sedangkan suku yang berasal dari tanah sulawesi menjadi pelayan yang handal dan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi masyarakat kotabaru hingga sekarang. 

Kembali lagi ke topik awal tadi, akhirnya tibalah masa keberangkatan ke tanah seberang ini. Subhanallah, jalannya luar biasa, sungguh menakjubkan...baru kali ini aku merasakan bahwa tidak semua jalan itu ternyata rata dan licin, ada juga jalan yang berkelok, naik, turun, lobang bekas galian hujan yang membuat ku semakin "mabuk" kepayang. Atau apakah ini mobil bus memakai ban dengan roda segiempat???....Sedikit semi sedikit, muncullah rasa penyesalan itu, rasa penyesalan "mengapa harus ikut rombongan studi tour ini (1). 

Sesampainya di pelabuhan ferry batulicin, semua terobati dengan keindahan laut dan kesejukan semilir angin laut yang nyaman. Perjalanan dari pukul 07.00 pagi sampai Ashar sedikit terobati. Setelah melakukan penyebrangan ke pelabuhan ferry Tanjung serdang, tibalah rasa penyesalan yang ke (2) jalan yang tidak rata, berkelok, lebih parah dari pada perjalanan pertama. Kemudian tiba lah di Kotabaru maka perjalanan 45 km dari tanjung serdang itu pun sedikti terobati. Ingin rasanya segera sampai ke tempat tujuan. 

Lokasi tujuan kami ada di pantai Gedambaan ds. Sarang Tiung, 10 km dari Kotabaru. Setibanya disana, akau berpikir mungkin akan melihat keindahan pantai besok hari. Akhirnya pantai yang memang bagus, air yang jernih sedikit mengobati rasa penyesalan ku. Namun hal itu seakan buyar, karena ketidaktersediaan air bersih, banyaknya "kuyuk" anjing hutan yang berkeliaran membuat rasa penyesalan ku bertambah menjadi (3).

Keberangkatan untuk pulang kami singgah terlebih dahulu dipasar kotabaru. Pasar itu cukup ramai, bertingkat 2, dan aku langsung naik ke tingkat 2 untuk mencari oleh-oleh. aku juga ingat ada pembangunan bangunan yang kayanya megah dan suatu saat bangunan itu menyebabkan keprihatinan bagi hampir semua pedagang pasar "atas" tapi menjadi tempat aku dan keluarga ku mencari rezeqi.

Perjalanan pulang juga hampir tidak jauh berbeda. Paman sopir belum bersedia mengganti ban bus kami menjadi bundar, tetap memakai ban segi empat artinya ini menjadi salah satu alasan penyesalan ku yang ke empat (4). Atas dasar kemepat alasan tadi, maka ku niatkan untuk tidak akan menginjakkan kakiku lagi ke Kotabaru. Dan tahukah kalian bahwa dari sinilah cerita itu bermula. Sekarang aku memiliki pasangan orang Kotabaru, memiliki anak yang lahir di Kotabaru dan banyak kenangan di Kotabaru. 

Pada akhirnya, "janganlah terlalu banyak penyesalan di dalam hidup ini, jalani apa yang telah menjadi pilihan bagimu, bersabar adalah jalan terbaik, toh musafir adalah orang yang di istimewakan oleh Allah, juga mendapat kaffarat dosa, dosa - dosa kecilnya dihapuskan, semakin berat perjalanan itu maka semakin banyak dosa diampuni (insya Allah), asalkan perjalanannya bukan untuk maksiat dan berbuat kerusakan.

Apa keistimewaan para musafir, yang ku tahu dapat zakat, boleh berbuka, shalatnya di ringankan, bukan berarti ditinggalkan tapi di sedikitkan rakaatnya, terus boleh tidak menghadap kiblat, dan boleh juga tidak berwudhu (maksudnya tidak menghadap kiblat dan tidak berwudhu disini, harus diganti dilain waktu dengan niat shalat "mengganti"). Carilah guru yang benar-benar paham masalah ini, yang istiqomah didalam taqwa dan taatnya. karena boleh jadi ada yang menyalahkan dan menambahkan apa yang aku ceritakan disini. wallahu'alam. 

1 komentar: