Rabu, 16 Oktober 2013

Agama KTP



ehmm......miris dan berasa sedih setelah melihat anak muda usia sekolah menegah duduk berdua memadu kasih di tempat-tempat umum seperti jembatan, taman dan sarana publik lainnya.....(anak SD dan SMP anggap lah masih masa peralihan...anggap aja belum tahu dan belum ada yang memberi tahu)...

eh...lebih menyedihkan dan lebih memprihatinkan, kalau pemuda pemudi anak baru gede (ABG) anak SMA dan kuliahan...sudah berani melangkah ke hal yang tidak hanya sentuh dan cium lebih daleeeeem....ke arah pengambilan, pencurian, dan pemaksaan (walau dasar atans nama cinta dan suka sama suka)....padahal dia bisa belajar, sudah berakal...dan sudah berada di tingkatan pemikiran yang bisa memahami hal abstrak (padahal surga dan neraka itu kan ada, kita percayakan ada, bukan abstrak)....

bagaimana kah negara ini dibangun dan dipimpin oleh generasi yang seperti itu kelak....
beranjak dari pengalaman ku sedari SD, aku sudah tahu dan kenal itu menyukai anak perempuan....setahuku, hanya satu selama aku berada di SD anak perempuan yang ku suka...tapi hanya suka dan hanya memperhatikan dari jauh ketika ia datang dan pergi.....

menginjak SMP juga, hal yang sama terulang...tapi yang ini parah...dia malah suka sama teman ku...emmm...di masa SMA semakin marah gadis yang disuka malah menolak mentah, padahal sampai tahun pertama kuliah "nembak" tetap ditolak...di sisi lain aku juga dihadapkan kesukaan ku pada asisten dosen ku...yang ternyata sampai saat ini masih terjalin silaturahmi yang cukup baik...di akhir masa studi ku aku memberanikan diri untuk melamar seorang gadis lain, ehm...ternyata dia juga menolak ku alasannya, karena dia ternyata lebih tertarik dengan temanku, kemudian telah ku putuskan untuk menerima gadis yang memang menyatakan suka padaku...sehingga kini dia lah yang menjadi jodohku...
bukannya merendahkan gadis yang menyukai itu, namun keberaniannya mengingatkan ku dengan perjuangan istri rasulullah dan putri rasulullah SAW. Tapi inilah hasil dari perjuangannya, dan mungkin memang sudah dijodohkan oleh NYA. 

di SMP kelas 3 aku terlambat mengenal yang namanya aturan beagama...ternyata Agama ku di KTP adalah ISLAM hihihihi, walaupun ku tahu, aku tidak memaknainya itu sangat lah salah dan keliru....maka maknailah keseluruhan hidupmu dengan AGAMA, apapun agamanya, karena agama adalah pengatur yang baik dalam hidup kita...kenapa ada AGAMA...karena tuhan maha pencipta ingin hidup kita tertata dengan baik dari segi hubungan dengan tuhan (amal, ibadah) hubungan dengan manusia (berbuat baik, berakhlak baik dan lain sebagainya)...

tapi tidak ada kata terlambat...karena kita manusia adalah "pebelajar" maka tuntutlah ilmu selama masih ada hayat di kandung badan. usia SMP tidaklah terlambat dalam menuntut ilmu agama...seharusnya sedari kecil (usia 5 tahun) sudah ada pondasi IMAN dan TAQWA....kemudian pondasi BACAAN (Tajwid dan Tartil dalam pembacaan Al-Qur'an). untuk apa pondasi yang bagus, supaya tidak roboh jika kelak AGAMA di bangun/ maksudnya karakter diri akan bagus juga jika memang pondasi dasarnya bagus dan indah. maka niscaya lahirlah yang dinamakan nilai mulia. bukan karena dibuat-buat...murni timbul dan muncul di sela-sela perbuatannya. 

setelah kau baca tulisan ini, maka selanjutnya akan aku tuliskan sistematika di dalam Agama ISLAM, sedikit demi sedikit, ku harap kelak, ketika kau membacanya, maka kau memang sudah mengerti dan memenuhi qalbu mu dengan ISLAM. insya Allah.....dan ingatlah carilah guru yang memang benar-benar istiqomah dalam ketaatan dan amal ibdahnya..."ingat guru seperti ini ada", dan susah sekali menemukannya, maka istiqomahlah bershalawat dan meminta petunjuk kepada yang MAHA.

"ada dua "(2)" pegangan warisan dalam menempuh kehidupan di dunia dan ada "tiang" yang harus selalu kamu tegakkan untuk membangun "agama"......



Minggu, 13 Oktober 2013

"makro-makro an"

Istilah "makro" tidak hanya ada didalam dunia perdagangan, pendidikan dan sosial budaya. "makro" juga menjadi suatu istilah dalam seni fotografi....hehehe...dengan cuma secuil ilmu tentang makro, saya mencoba bermain "makro" dengan memakai kamera handphone. Tidak sengaja saya baru menyadari bahwa autofocus yang dimilikinya adalah sebuah keindahan "makro". Maka dengan memakai lensa carl zeiss tessar 3,2 Mp/AF miliknya nokia 5800 express music hasil-hasilnya seperti berikut, apakah i phone 3gs bisa ya??? :









Sabtu, 12 Oktober 2013

"Inisiasi" Menyusu Dini dan "TAWAKAL"

Air susu ibu, pertama kali melihat dunia, semua bayi menangis karena melihat dunia ini yang penuh dengan ketidakpastian, dunia yang penuh muslihat dan tempat ujian. Tapi setelah dia mengetahui ada seorang malaikat berwujud manusia yang diperintahkan yang menciptakannya untuk menjaga, merawat dan memliharanya, maka bayi tadi berangsur-angsur diam dan tidur terlelap sangat lama. Jika datang rasa haus dan lapar, sang malaikat pun memberinya makanan yang benrbentuk cairan sehingga mengenyangkan dan menyirnakan dahaga yang terasa. 

Tawakal bayi inilah yang paling tinggi tingkatannya. Saat kamu berumur 0 sampai 7 tahun itulah tawakal manusia yang paling sempurna. Seperti itulah tawakal, bagaimana usaha yang kita lakukan saat bayi?? kita menangis, menghentak-hentakkan kaki, menggerak-gerakkan tangan, itulah usahanya/ikhtiarnya. Kemudian dimana letak doanya?? suara tangisan yang berayun merdu, kadang nadanya tinggi, rendah dan berirama...kadang terdengar tinggi sampai oktaf yang tertinggi kadang sayup rendah berirama. Itulah doanya.

Jadi tawakal itu adalah......kita punya makna, definisi, arti dan pendapat yang berbeda-beda.....

KIta pernah melakukannya dulu sewaktu kita kecil, maka kita pasti bisa bertawakal seperti saat kita kecil dulu. Sehingga tawakal kita terakhir yang paling purna, adalah saat kita dimandikan dan dikafankan, itulah tawakal level tertinggi yang terakhir. wallahu'alam








"Tawadhu" Down To the earth



Waktu kecil ku dulu, aku sering memamerkan mainan ku yang baru kepada teman-teman sebaya. Tidak hanya mainan, baju baru yang masih wangi toko dibelikan mama kemarin, sepatu, celana apapun yang baru selalu ku pamerkan kepada teman-teman. Belum ku kenal istilah "tawadhu" mungkin karena belum sampai ilmu tersebut dan makna dari kata tersebut di sanubariku.

Adalah suatu kebanggaan, jika kamu mendapat nilai yang bagus dari hasil "kejujuran", namun tidak lah pantas kalau berbangga dengan hasil yang bagus tapi dihasilkan dari bermain yang tidak "pantas". Adalah suatu prestasi yang membanggakan jika kamu memenangi suatu "peraduan" baik dari segi olahraga, karya tulis, lomba tapi memang dihasilkan dari seluruh kerja kerasmu sebelum melakukan peraduan, doa dan tawakalmu yang penuh kepada "penjaga dan pengatur takdir".

Kebanggaan itu sedikit ada biasnya yaitu tidak berlaku rendah hati. Merasa hasil usaha sendiri, merasa diri besar, merasa memiliki kemampuan, merasa memiliki kehebatan, merasa pintar, merasa kuat, merasa kaya dan lain sebagainya. kemampuan merasa inilah yang akan menjerumuskan. Bahkan sebagian diri, merasa bahwa dia lah, atas dasar usahanya "kebanggaan" itu diperolehnya.

Aku sudah merasakan asam garamnya yang namanya "kebanggaan" yang tidak hanya sedikit, tapi menjadikan banyak di dalam hatiku memandang orang lain, kawan, tetangga dan manusia yang lain dengan pandangan merendahkan, mengecilkan, dan meremehkan. Sejak aku di sekolah dasar, aku sudah bergelut dengan kebanggaan, "kebanggaan" yang semu, tidak berarti, tidak menghasilkan, tidak berfaedah, tidak bermakna apa-apa hanya kosong dan hampa.

Naik tingkat ke sekolah menengah pertama aku dihadapkan dengan pandangan merendahkan orang terhadap ku, dan merasa diri ini memang tidak berarti. Jauh dari pribadi yang dulu ku anggap membanggakan. Ternyata "Sang pemilik takdir" memberikan ku sentilan pelajaran yang benar-benar kurasakan. Aku sadar bahwa pandangan remeh ku terhadap orang lain karena menganggap diri ini besar runtuh dikarenakan ada yang orang yang lebih baik dari sisi pelajaran, nilai-nilai, perawakan dan lain sebagainya.

Menaruhkan kaki di jenjang menengah atas dibekali dengan tidak memandang orang lain remeh sangat membuatku nyaman. Aku merasa masa-masa ini adalah begitu mengesankan. Sehingga merasa setara dengan sesama itulah yang harus dijalankan. Meningkat ke masa "mahasiswa", maka gelar "maha" membuat ku lupa diri kemali. 1 tahun itu, membuat ku dicambuk dengan pelajaran penting oleh sang MAHA sehingga aku terpuruk di bawah. Kepindahan ku, adalah keharusan bagiku untuk menebus semua salahku.

Sampai sekarang disini, aku mulai menyeimbangkan perasaan memandang rendah orang lain dan memandang rendah diriku. "Bukan", bukan begitu seharusnya, tapi jauh lebih baiknya memandang orang lain lebih baik dari pada kita, dan memandang diri kita biasa saja. Semua kebaikan itu datang dari DIA sang MAHA, maka berpegang teguhlah pada tali dan ikuti jalan lurus para pribadi yang Mulia (NABI dan ULAMA). Dan biarkan lah "takdir" yang menata kita, namun bukan kita berpangku tangan semata, meringkuk tidur tiada guna, menengadahkan tangan tanpa usaha, putus asa tanpa kenal kata kerja, ihktiar dan berdoa "bukan" , bukan seperti itu.

Usahakan semaksimal mungkin, minimal juga tidak apa, berdoa seimbang dengan amal dan ibadah sudah seharusnya, sewajar dan dijaga keistiqomahannya walau sedikit tidak mengapa. Terakhir setelah usaha, ikhtiar dan doa sudah sempurna sertakan tawakal dan berserah diri apa adanya. Bagaimana TAWAKAL itu....ntar kita bahas lagi....hihihi....

Manusia itu terbagi dalam beberapa tingkatan :
  1. Yang tidak tahu dan merasa mengetahui dirinya tahu (pemimpi, penghayal dan orang yang sombong),.
  2. Yang tidak tahu dan tidak mengetahui dirinya tidak tahu (pembual, pandir dan banyak omong "tong kosong berbunyi nyaring).
  3. Yang tahu dan mengetahui bahwa dirinya tidak tahu (para thalabul "ilmi, pelajar, siswa dan santri dan orang yang terus belajar).
  4. Yang tahu dan mengetahui bahwa dirinya tahu (Rasul, ulama dan para orang shaleh).
Paling tidak kita harus minimal berakhir ditingkat yang ke-3 karena "syahid" matinya seorang penuntut ilmu (maka carilah guru"ulama" yang benar bacalah buku "wahai muridku karangan imam Ghazali" karena disitu ada kriteria guru yang benar) kalau kamu menemukannya, maka hiduplah dan mengabdilah kepadanya. 

Dan orang yang berpengetahuan itu di tinggikan oleh sang MAHA beberapa dejarat tingkatannya. Wallahu'alam.


Rabu, 09 Oktober 2013

"Kecil" bisa berarti BESAR


Kalian tahu semut....? bentuknya apa...? "kecil". Kalian tahu gajah...? bagaimana kelihatannya bentuk tubuh gajah...? bentuknya....? "besar". Menurut pemahaman "optik" yang telah tertanam di saat kita mulai beranjak dewasa, besar itu berukuran seperti yang kita bayangkan dan terlintas dipikiran kita saat ini...(pada mikir!!!!!). Sedangkan "kecil' dimaknakan oleh pikiran kita seperti apa yang kita ketahui bahwa "lawan" dari "besar" adalah.....?(kecil).

Pernahkah terpikirkan, bagaimana kalau dari semenjak kita anak-anak yang ditanamkan didalam ranah kognitif (pengetahuan) kita, bahwa benda seperti "rumah", "kapal laut", "pesawat", "mobil" serta makhluk hidup, yang kita contohkan di depan tadi "gajah" itu kita sebut bentuknya itu "kecil". (coba mikir)....

Betapa bersyukurnya kita, diberi pengetahuan seperti sekarang, diberi kemampuan mengindera, merasa, membandingkan, sungguh pun tidak ada yang sia-sia, "Alhamdulillahirabbil`alamin". Pengetahuan yang kita peroleh sekarang adalah sesuatu yang betul-betul membuat kita harus selalu bersyukur kepada sang pencipta. 

Kembali ke awal tadi, bentuk kecil dan besar, sekarang pernahkah kita meremehkan yang kecil dan mementingkan sesuatu yang besar...? (menurut akal dan logika kita).

Kawan-kawan ku, aku sering sekali meremehkan panggilan shalat, panggilan adzan, atau meremehkan "amalan" yang seharusnya rutin kulakukan, tetapi karena "misalnya" ingin segera masuk kuliah, karena telat, atau dikejar deadline (waktu pengumpulan) tugas mau segera dikumpul, atau harus check in di bandara dan lain-lain (semua faktor keduniaan) maka pasti yang kudahulukan itu mengerjakan yang kuanggap hal itu "besar" (urusan keduniawian). Tetapi yang terjadi setelah aku melakukan hal yang kuanggap "besar" tadi, seringkali pula, ups...bukan sering kali, tapi setiap kali juga, hal yang ku anggap besar tadi ternyata hanyalah masalah yang sepele, sangat sepele malahan. Mengapa demikian, karena jika aku mengerjakan shalat dulu, atau mengamalkan ibadah tertentu di waktu tertentu dahulu (atau didahulukan) tidak akan mengganggu aktifitas keduniaanku yang lain. Coba saja, sekali-kali kalian rasakan dan nikmati bagaimana kalau yang dianggap "kecil" tadi di nomor duakan dan urusan keduniaan kalian dahulukan. Pasti akan kalian rasakan seperti yang kurasakan, bahwa waktu kita yang paling minimal kalau dikalkulasikan cuma habis 4 jam untuk mengerjakan ibadah dan beramal, maka tidak akan menggangu aktifitas keduniaan. 

Guru mengaji ku, pernah berkata, "bahwa, mengaji (membaca Al-qur`an) setiap hari rutin selama seperempat jam, tidak akan pernah mengganggu aktifitas-aktifitas yang lain". Jadi produktivitas kita akan bernilai sama dengan atau tanpa kita melakukan ibadah. Tujuan kita diciptakan jadi penghuni dunia untuk apa kawanku...?...Untuk BERIBADAH.

Contoh di atas terlalu berat ya kawanKu....?, baik, coba kamu ambil atau pegang satu aja semut merah, maka apa yang kamu takutkan....? "ah, cemen, itu tidak masalah, digigitnya...? juga tidak masalah". Baik, sekarang kamu injak-injak sarang semut merah, kemudian tahan minimal 1 menit (pakai alas sepatu, boleh, tapi lebih baik tidak pakai alas kaki, supaya lebih merasakan dan lebih meresapi)....atau setengah menit saja...? Berani...? 

Intinya, selagi masih ada di dunia, jangan meremehkan hal se kecil apapun, namun jangan juga menyepelekan hal yang besar, baik dari urusan keagamaan, ibadah, muamalah, serta urusan keduniaan lainnya, (harus kita tanamkan, bahwa tidak ada yang remeh temeh, dan tidak ada yang diutamakan untuk urusan keduniawian, namun harus selalu diutamakan jika menyangkut urusan ibadah, muamalah, dan amaliah lainnya (ukhrawi).  Karena kita sudah diperintahkan untuk beribadah jika memang waktunya beribadah, tapi kita juga diperintahkan untuk mengerjakan "urusan-urusan lainnya (selain beribadah), sebaik-baiknya" ...Tapi yang harus benar kita rubah, pola pikir kita, bahwa ibadah itu memang sesuatu yang besar, sesuatu yang penting. Karena untuk itu kita tercipta, dan diciptakan untuk melaksanakan sebaik-baiknya. Wallahu'alam.










Selasa, 08 Oktober 2013

Cerita Bermula "Musafir"

Mungkin dari sinilah cerita ini bermula, genap lima tahun setelah memasuki pendidikan menengah tibalah awal dari kisah itu bermula. tepat di akhir masa semester genap sebelum ujian untuk kelas 3 dan ulangan akhir semester aku berangkat sebagai anggota tamu untuk ikut dalam acara study tour tahunan kelas 12. Rencananya kami akan mengunjungi daerah yang belum pernah ku pikirkan untuk menginjakkan kaki disana. 

Kotabaru, kotabaru merupakan bagian administratif dari kabupaten tenah laut, dulu sebelum menjadi kabupaten baru sekarang. Konon dari cerita yang pernah ku dengar, kotabaru adalah pulau berkabut yang biasa muncul dikala waktu - waktu tertentu, dan hilang dikala waktu tertentu pula. Mungkin dikarenakan persediaan kabutnya menipis sehingga kabut itu sekarang tidak tampak lagi. Cerita yang pernah ku dengar lagi, konon ada 7 saudara penghuni pulau ini, ketujuh saudara ini memiliki 7 senjata sakti. Karena sudah banyak penghuni atau penduduk pendatang dari tanah seberang alias kalimantan maka tujuh saudara ini pun membaur dan beranak pinak sampai sekarang tidak tahu dimana rimbanya. 

Ya, sebenarnya penduduk pendatang itu adalah dari saudara dekat sendiri, yaitu para masyarakat "pahuluan" alias masyarakat Hulu sungai, semisal Kandangan (HSS), Barabai (HST), Amuntai (HSU) dan lain sebagainya, sering kami istilahkan banua lima. Masyarakat "pahuluan" ini tidaklah bisa hidup melaut, karena secara geografis kotabaru memiliki kekayaan laut, maka potensi ini tidak bisa diexplore (meminjam istilah orng pahuluan) secara optimal, jadilah masyarakat pahuluan ini yang dulunya memiliki tanah di sana sini, maklum (adat orang pahuluan di daerah rantauan/asing) siapa yang membuka lahan dialah pemiliknya, menjual tanahnya kepada penduduk pendatang yang sekarang makin banyak yaitu masyarakat bugis, mandar dan lain-lain yang terkenal sebagai pelaut ulung. 

Akulturasi melayu dan masyarakat sulawesi ini menjadikan kotabaru memiliki warna yang dinamis didalam tatanan kehidupan masyarakatnya. Suku melayu yang tadinya punya tanah banyak menjadi pedagang yang sukses, sedangkan suku yang berasal dari tanah sulawesi menjadi pelayan yang handal dan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi masyarakat kotabaru hingga sekarang. 

Kembali lagi ke topik awal tadi, akhirnya tibalah masa keberangkatan ke tanah seberang ini. Subhanallah, jalannya luar biasa, sungguh menakjubkan...baru kali ini aku merasakan bahwa tidak semua jalan itu ternyata rata dan licin, ada juga jalan yang berkelok, naik, turun, lobang bekas galian hujan yang membuat ku semakin "mabuk" kepayang. Atau apakah ini mobil bus memakai ban dengan roda segiempat???....Sedikit semi sedikit, muncullah rasa penyesalan itu, rasa penyesalan "mengapa harus ikut rombongan studi tour ini (1). 

Sesampainya di pelabuhan ferry batulicin, semua terobati dengan keindahan laut dan kesejukan semilir angin laut yang nyaman. Perjalanan dari pukul 07.00 pagi sampai Ashar sedikit terobati. Setelah melakukan penyebrangan ke pelabuhan ferry Tanjung serdang, tibalah rasa penyesalan yang ke (2) jalan yang tidak rata, berkelok, lebih parah dari pada perjalanan pertama. Kemudian tiba lah di Kotabaru maka perjalanan 45 km dari tanjung serdang itu pun sedikti terobati. Ingin rasanya segera sampai ke tempat tujuan. 

Lokasi tujuan kami ada di pantai Gedambaan ds. Sarang Tiung, 10 km dari Kotabaru. Setibanya disana, akau berpikir mungkin akan melihat keindahan pantai besok hari. Akhirnya pantai yang memang bagus, air yang jernih sedikit mengobati rasa penyesalan ku. Namun hal itu seakan buyar, karena ketidaktersediaan air bersih, banyaknya "kuyuk" anjing hutan yang berkeliaran membuat rasa penyesalan ku bertambah menjadi (3).

Keberangkatan untuk pulang kami singgah terlebih dahulu dipasar kotabaru. Pasar itu cukup ramai, bertingkat 2, dan aku langsung naik ke tingkat 2 untuk mencari oleh-oleh. aku juga ingat ada pembangunan bangunan yang kayanya megah dan suatu saat bangunan itu menyebabkan keprihatinan bagi hampir semua pedagang pasar "atas" tapi menjadi tempat aku dan keluarga ku mencari rezeqi.

Perjalanan pulang juga hampir tidak jauh berbeda. Paman sopir belum bersedia mengganti ban bus kami menjadi bundar, tetap memakai ban segi empat artinya ini menjadi salah satu alasan penyesalan ku yang ke empat (4). Atas dasar kemepat alasan tadi, maka ku niatkan untuk tidak akan menginjakkan kakiku lagi ke Kotabaru. Dan tahukah kalian bahwa dari sinilah cerita itu bermula. Sekarang aku memiliki pasangan orang Kotabaru, memiliki anak yang lahir di Kotabaru dan banyak kenangan di Kotabaru. 

Pada akhirnya, "janganlah terlalu banyak penyesalan di dalam hidup ini, jalani apa yang telah menjadi pilihan bagimu, bersabar adalah jalan terbaik, toh musafir adalah orang yang di istimewakan oleh Allah, juga mendapat kaffarat dosa, dosa - dosa kecilnya dihapuskan, semakin berat perjalanan itu maka semakin banyak dosa diampuni (insya Allah), asalkan perjalanannya bukan untuk maksiat dan berbuat kerusakan.

Apa keistimewaan para musafir, yang ku tahu dapat zakat, boleh berbuka, shalatnya di ringankan, bukan berarti ditinggalkan tapi di sedikitkan rakaatnya, terus boleh tidak menghadap kiblat, dan boleh juga tidak berwudhu (maksudnya tidak menghadap kiblat dan tidak berwudhu disini, harus diganti dilain waktu dengan niat shalat "mengganti"). Carilah guru yang benar-benar paham masalah ini, yang istiqomah didalam taqwa dan taatnya. karena boleh jadi ada yang menyalahkan dan menambahkan apa yang aku ceritakan disini. wallahu'alam.